IGPA 3 Digelar, Guru MI Muhammadiyah Wangon Banyumas Raih Penghargaan

BANYUMAS, Lintasjateng.com – Janitra Bhumi Indonesia Education Consulting bekerja sama dengan Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) dan Pusat Inovasi Agro Teknologi (PIAT) dan juga Universitas Gadjah Mada, menggelar Indonesia Green Principal Award (IGPA) 2023, di Gadjah Mada University Club Hotel, Yogyakarta, tanggal 19-21 Januari 2023.

Ada 22 peserta dalam IGPA 3, yang terdiri dari Kepala SD , SMP, SMA Muhammadiyah dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta yang mengikuti kegiatan bergengsi ini.

Dalam kegiatan tersebut, Kepala MI Muhammadiyah Wangon Samsuri, M.Pd berhasil raih penghargaan Outstanding Dedicated Principal on Circular School Initiatives dalam Indonesia Green Principal Award (IGPA) 2023.

Samsuri meraih penghargaan Outstanding Dedicated Principal on Circular School Initiatives tentang strategi bagaimana cara agar bisa masuk ke sekolah-sekolah dan memasyarakat hingga mendunia.

Hari pertama kegiatan IGPA 3 peserta diajak touring ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan Kab. Bantul dibangun tahun 1994 dan Mulai beroperasi sejak tahun 1996 – sekarang.

Peserta IGPA 3 melakukan observasi dilokasi dan dilanjutkan belajar di Sekolah Sampah Ringas Trengginas milik Dwi Wantara, ST MT, di kediamanya, Padukuhan Palem, Baturetno Banyutapan, Bantul.

Dwi menjelaskan proses pengelolaan sampai menjadi barang – barang kerajinan dan mempunyai nilai jual , bahkan sudah bekerjasama dengan komunitas Rapel pengelola aplikasi online distribusi sampah. Menurutnya, aplikasi ini persis Gojek, Bedanya, yang diantar jemput adalah berwujud sampah.

Baca Juga  Tingkatkan Kewaspadaan NATARU, Kalapas Pimpin Langsung Briefing Petugas Kesatuan Pengamanan

Selanjutnya peserta diajak berdiskusi dengan tokoh insipartif lainya bang Josh Handani di Dusun Gesik, Kasongan, Kasihan, Bantul.

Pendiri RUMIJO (Rumah Inspiratif Jogjakarta) bercerita, berawal dari keprihatinan atas banyaknya orang yang masih suka membuang sampah sembarangan, Josh Handani dan istri membangun Rumah Inspirasi Jogja.

“Kami awalnya mengampanyekan istilah “Jabusamsem” alias jangan buang sampah sembarangan. Kemudian melalui kreativitas lah beragam karya dan produk hasil pengolaan sampah berhasil tercipta,” jelas Josh.

Kunjungan hari kedua peserta IGPA 3 diajak ke Sekolah Banyu Bening milik Sri Wahyuningsih, di Tempursari Dusun Sardonoharjo Kecamatan Ngaglik Sleman.

Yu Ning panggilan akrabnya yang juga sebagai Ketua Komunitas, salah satu hal yang dilakukan komunitasnya, menjadikan air hujan sebagai minuman sehari hari.

Meminum air hujan memang belum lazim dilakukan masyarakat. Tapi oleh Komunitas Banyu Bening air hujan ini bisa diolah, dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari hari untuk minum juga untuk kesehatan.

“Pemanenan dan pengolahan air hujan yang dilakukan dengan teknologi elektrolisa yaitu teknologi murah, mudah dan tepat guna. Konsep yang digunakan adalah konsep lima M. Yaitu Menampung, mengolah, meminum, menabung dan mandiri air hujan,” bebernya

Baca Juga  Diinisiasi BLA Semarang, Para Pendidik di DIY Deklarasikan Moderasi Beragama

Dijelaskan, dalam hal pemanfaatan air hujan sebagai air minum ini, sekolah yang menjadi percontohan adalah SMA Negeri 11 Yogyakarta yang juga sekolah adiwiyata.

Sedangkan Direktur YPTI Petrus Tedja Hapsoro menjelaskan, guru mempunyai peranan sebagai pentransfer ilmu sekaligus memotivasi siswa supaya menjadi senang belajar. Memotivasi dan menyiapkan generasi yang bermanfaat bagi bangsa.

“Apa yang menjadi pola pikir akan menjadi pola ucap dan pola ucap akan menjadi pola tindakan, pola tindakan yang berulang-ulang akan menjadi kebiasaan atau budaya,” jelasnya.

Sementata Dr. Candra Wahyu Purnomo , yang juga pengurus Pusat Inovasi Agro Teknologi (PIAT) UGM memberikan materi tentang Circular Ekosystem .

Pada kesempatan tersebut, dirinya memberikan contoh kalkulator jejak ekologis (ecological footprint calculator) yang diisi oleh semua peserta IGPA 3 .

“Kita dapat menghitung berapa banyak lahan yang digunakan manusia terkait gaya hidup yang mempengaruhi kelestarian lingkungan,” jelas Candra.

Dipaparkan, sekolah sirkular tidak terlepas dari ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular adalah alternatif dari ekonomi linier/tradisional. Yaitu membuat, menggunakan dan membuang. Dimana melalui ekonomi sirkular akan menjaga sumber daya tetap digunakan selama mungkin.(Mash)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 19 = 22